Jakarta – Mengingat tahun 2018 dan tahun 2019 adalah tahun politik bangsa Indonesia, masalah-masalah yang bertalian dengan perlindungan anak dapat dipastikan akan terlupakan dan tidak menjadi agenda utama. Sebab ada kebiasaan masyarakat saat menghadapi hiruk pikuk kegiatan politik, anak sering dilibatkan dan dieksploitasi untuk kepentingan orang dewasa. Dengan keterlibatan anak dalam kegiatan politik orang dewasa, tentu anak tidak bisa terhindar dari penanaman rasa kebencian, kekerasan serta permusuhan selama dalam aktivitas politik orang dewasa tersebut.
Demikian juga dengan lemahnya penegakan hukum untuk kasus kejahatan seksual terhadap anak juga akan mendorong meningkatnya kejahatan terhadap anak. Sebab, seringkali putusan hukum tidak lagi sensitif untuk anak dan tidak mencerminkan rasa keadian bagi korban.
Ada banyak kasus putusan hakim justru membebaskan pelaku dari segala tuntutan atas kasus kejahatan yang diperbuatnya terhadap anak hanya karena alasan keterbatasan saksi yang melihat. Banyak putusan hakim jutru mengecewakan pencari keadilan khususnya anak sebagai korban.
Ada banyak pula lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan sosial anak saat ini abai menanamkan nilai-nilai kejujuran, keteladanan dan contoh yang baik bagi anak. Anak seringkali kehilangan orientasi dan jati dirinya, sekolah sudah seringkali mengesampingkan nilai-nilai budaya, moral Pancasila sebagai ideologi negara tidak lagi diperkenalkan dalam kehidupan anak-anak peserta didik.
Seiring dengan itu maka berdampak negatif bagi anak, anak kehilangan nilai-nilai dan jiwa nasionalisme, pluralisme serta rasa toleran dalam kehidupan dan pergaulan anak Indonesia.
Pendidiklan moral Pancasila dan pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter bangsa serta pendidikan moral Pancasila di kalangan anak-anak Indonesia dan di dalam kurikulum pendidikan nasional tidak lagi menjadi pengajaran utama dalam sekolah. Rumah tidak lagi bersahabat dan ramah bagi anak. Ada ayah dan ibu di rumah tapi tiada sesungguhnya. Keluarga telah sibuk dan asyik dengan alat komunikasinya akibatnya interaksi sosial anak dengan kedua orangtuanya terabaikan.
Merajalelanya tayangan pornografi yang sangat mudah diakses anak-anak melalui media sosial juga mendorong anak teribat dalam berbagai kejahatan seksual baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bergerombol bersama orang dewasa.
Fenomena geng motor, begal di berbagai tempat yang melibatkan anak-anak juga menjadi keprihatinan tersendiri. Ada banyak anak-anak harus berhadapan dengan hukum untuk kasus begal bahkan ada pula anak yang terpaksa ditembak mati oleh petugas.
Demikian juga dengan kasus-kasus kekerasan seksual bergerombol akan semakin menjadi ancaman serius bagi anak-anak Indonesia, anak yang dijadikan korban peredaran dan pemakai narkoba jika tidak diantisipasi segera juga diprediksi menjadi sasaran empuk bagi para cukong-cukong narkoba tingkat international.
Demikian juga penanaman paham–paham radikalisme, kebencian dan intolerasi terhadap anak baik dalam ruang kelas, publik dan di tengah-tengah keluarga dalam menghadapi tahun politik bangsa juga semakin menakutkan, penganiayaan dan penelantaran terhadap anak juga akan menjadi kasus yang tidak bisa terhindar bagi keluarga.
Tekanan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga dan ketidak-harmonisan keluarga akan berdampak negatif bagi pengasuhan anak…Anak akan sering menjadi korban pelampiasan kemarahan dan kepanikan orangtua akibatnya anak teraniaya dan terlantar…
Fenomena anak mengkonsumsi zat adiktif berupa lem aibon, komix dan zat-zat adiktif lainnya yang dapat memabukkan merangsang otak dari pembalut wanita, pampers dan jenis obat-obat perangsang lainnya juga menjadi ancaman bagi anak di tahun-tahun mendatang.
Fenomena anak menggunakan lem aibon dan zat adiktif lain sudah menggejala di Indonesia. Penyebarannya juga sudah merata mengepung desa dan kota bagaikan virus yang tidak ada penangkalnya.
Dari Analis faktual Situasional Anak di Indonesia, diprediksi pada tahun 2018, pelanggaran hak anak masih akan didominasi dengan kekerasan seksual, baik yang dilakukan oleh orang terdekat anak baik dilakukan secara perorangan maupun bergerombol. Geng Rape akan menjadi fenomena kejahatan seksual terhadap anak yang semakin menakutkan masyarakat.
Dengan merajalelanya tayangan pornografi di media online, mudahnya Narkoba dan minuman keras di akses di tengah-tengah lingkungan masyarakat akan berdampak mendorong dan menjadi pemicu (triger) terjadinya peningkatan kejahatan seksual terhadap anak, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya Rabu 27/12/17 di Media Center Komnas Anak Jakarta.
Kemudian di tahun 2018 maraknya kasus perdagangan anak untuk tujuan seksual komersial, eksploitasi ekonomi serta prostitusi anak melalui media dan aplikasi online perlu diantipasi dan dicari cara cerdas pencegahannya khususnya prostitusi online yang melibatkan anak pada usia muda.
Arist menambahkan, dalam situasional lainnya, di tahun politik dimana setiap orang terfokus dalam kegiatan politik, anak akan menjadi sasaran empuk para cukong-cukong narkoba tingkat international.
Dhanang Sasongko Selaku Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak lebih mempertegas lagi selain dilibatkan dalam peredaran Narkoba, anak juga digunakan sebagai sasaran empuk unuk menjadi pengedar (kurir), pengguna dan ketergantungan narkoba.
Di samping itu, di tahun 2018 di prediksi juga akan banyak anak-anak mengalami keterlantaran dan keterpisahan dari salah satu orangtuanya akibat dari perceraian dan ketidakharmonisan keluarga, karena ada banyak pasangan muda produktif mengajukan perceraian sebagai alternatif solusi dalam mengatasi konflik keluarga tanpa memikirkan keberlangsungan hak pengasuhan anak dalam keluarga, demikian ditambahkan Muhammad Uut Lufti Dewan Komisioner Bidang Penguatan Kelembagaan Komnas Perlindungan dalam keterangan persnya.
Lia Latifah salah seorang Dewan Komisioner Komnas Anak menyampaikan beberapa catatan kritis bahwa ada banyak banyak anak terpaksa kehilangan hak pengasuhan dari kedua orangtuanya.
Respon terhadap
Situasional Anak Indonesia Tahun 2018
Komisi Nasional Perlindungan Anak
me-Rekomendasi 10 Aksi Nasional
- Mendorong Pemerintah Pusat maupun daerah untuk segera memprioritaskan efektivitas pemberlakuan sebuah kebijakan dalam menyelesaikan masalah-masalah anak, dibandingkan hanya mengejar standar pencapaian program perlindungan anak hanya dengan jumlah kebijakan yang dapat diselesaikan. Penegakan dan penguatan sebuah kebijakan jauh lebih penting dibandingkan hanya sibuk untuk memproduksikan kebijakan-kebijakan baru tanpa penerapan optimal;
- Untuk memutus dan mengakhiri mata rantai kekerasan terhadap anak dari lingkungan terdekat anak, segera mendorong pemerintah Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat maupun Pemerintahan Desa membangun kembali sistem kekerabatan Kampung melalui pembentukan Kelompok Kerja perlindungan anak se Kampung, sedesa, sekampung, serta RT/RW di wilayah masing-masing, segera dibangun gerakan perlindungan di tingkat kampung, dimana dalam pelaksanaannya melibatkan peran serta pengurus RT/RW, Kepala Desa, Karang Taruna, ibu-ibu PKK, Posyandu, Sistem Lingkungan Masyarakat, dan Polisi Masyarakat (Polmas) secara aktif, bersinergi, dan berhasil guna;
- Segera mendorong pemerintah daerah dan DPRD di masing-masing kota/kabupaten/propinsi untuk segera menetapkan kota layak anak dan menginisiasi lahirnya Perda Perlindungan Anak, sebagai mekanisme sistem pembangunan yang berbasis anak sekaligus menjamin terlaksananya upaya perlindungan anak secara optimal di setiap wilayah;
- Untuk mencegah kasus-kasus kekerasan dan perundungan terhadap anak (bullying) di lingkungan sekolah,segera Mendorong Kementerian Pendidikan mengembalilan Pendidikan Moral Pancasila Kepangkuan Anak Indonesia sebagai basis pengajaran kecintaan tanah air, nasionalisme, anti kekerasan, kebencian dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemajemukan dan tolerasi antar sesama anak Indonesia.
- Mendesak keluarga untuk menciptakan lingkungan rumah dan keluarga berbudaya RAMAH ANAK, sebagai upaya menjauhkan kekerasan terhadap anak di lingkungan inti;
- Mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membuat Peraturan Pelaksanaan yang mewajibkan lingkungan sekolah menjadi lingkungan atau zona anti kekerasan terhadap anak, dalam upaya untuk mencegah kasus-kasus tawuran dan kekerasan dalam lingkungan pendidikan;
- Mendesak aparat penegak hukum untuk selalu berpihak kepada kepentingan terbaik anak dalam pemeriksaan, dan penanganan anak-anak yang berhadapan dengan hukum, sebagai representasi atas pelaksanaan UU SPPA;
- Mengingat kejahatan terhadap anak sudah masuk ke wilayah extra ordinary crime, dan terjaminnya keadilan korban dalam penanganan masalah-masalah anak, Komnas Perlindungan Anak perlu mendorong KAPOLRI untuk segera meningkatkan status UNIT Pelayanan Perempuan dan Anak menjadi Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) .
- Mendorong peran Pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, tokoh masyarakat dan agama, kalangan kampus/akademisi, untuk bersama-sama memerangi NARKOBA dan PORNOGRAFI, melalui gerakan Nasional DARURAT NARKOBA dan Kejahatan PORNOGRAFI dan situs-situs promo anak.
- Guna efektifitas koordinasi perlindungan anak perlu mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan koordinasi guna efektifitas gerakan perlindungan anak;dan kapasitas Instansi yang menangani perlindungan anak dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) baik pusat maupun daerah setara dengan instansi lainnya,
Jakarta, 27 Desember 2017
Dewan Komisioner
Komisi Nasional Perlindungan Anak
Arist Merdeka Sirait
Ketua Umum
Dhanang Sasongko
Sekretaris Jenderal