Pontianak – Langkanya gas LPG ukuran 3 kg di Pontianak belakangan ini membuat para ibu rumah tangga merasa gusar, pasalnya barang tersebut merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendesak. Bagi mereka yang berkemampuan ekonomi lebih tidak ada masalah, tetapi bagi ibu – ibu yang keluarganya berpenghasilan rendah ini menjadi permasalahan yang sangat serius.
Terkait masalah ini kepala Biro Investigasi dan Bedah Kasus Lembaga Kemitraan Pemberantasan Kejahatan Republik Indonesia (LKPK-RI) DPW Kalbar, M. Situmeang angkat bicara. Menurutnya hal tersebut merupakan tidak mampunya Pertamina dan Pemerintah bertindak tegas terhadap penerapan aturan yang telah dibuat.
Menurut M.Situmeang saat ditemui media ini Jum’at (13/10) di Pontianak mengatakan bahwa aturan yang telah dibuat oleh Pertamina dan Pemerintah baik itu pusat maupun daerah hanya isapan jempol belaka. Contoh, Gubernur Kalbar mengeluarkan Pergub tentang HET ( Harga eceran tertinggi ) gas 3 kg. sebesar Rp. 16 500, tetapi kenyataannnya di lapangan harga gas mencapai Rp. 25 000. Dimana letak dari kekuatan hukum peraturan tersebut, ungkapnya.
“Jika sudah ditetapkan harga eceran tertinggi harus dilaksanakan jika ada yang melanggar ya harus ditindak “ tegas M.Situmeang.
Lebih jauh mantan pensiunan TNI AD ini juga mengklaim dari hasil investigasi lembaganya di Kota Pontianak dan beberapa daerah di Kalbar ditemukan banyak penyimpangan terkait penggunaan gas 3 kg tersebut. Gas subsidi yang diperuntukkan oleh pemerintah bagi masyarakat miskin ini ternyata juga dipergunakan oleh orang orang mampu dan tidak miskin, dan yang lebih parah lagi banyak kalangan usaha yang juga menggunakan tabung melon tersebut.
“Saya udah survey hampir rata seluruh warung kopi dan beberapa rumah makan di Pontianak ini menggunakan gas 3 kg, dan hal ini dibiarkan begitu saja oleh pihak terkait seperti Pertamina dan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dalam salah satu pemberitaan media online di Pontianak mengatakan dirinya menyadari jika hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi terhadap LPG ukuran tabung tiga kilogram secara bertahap.
Ia juga mengatakan agar Pemerintah Pusat memperbanyak peraturan serta kebijakan bagi masyarakat yang masuk dalam kategori berpenghasilan rendah agar tetap dan harus bisa mendapatkan subsidi.
“Tentunya kita masih berharap masyarakat miskin harus mendapat subsidi karena energi ini kan kebutuhan primer sehari-hari mereka. Kalau misalnya harga gas mahal mereka mau masak pakai apa?” lanjutnya.
Edi menambahkan sebagai lembaga atau badan yang mengurusi persoalan energi, hal ini tentu menjadi tanggung jawab dari Pertamina.
Dirinya meminta agar Pertamina segera bertindak untuk melihat apakah kelangkaan ini merupakan akibat dari agen-agen yang sengaja menimbun gas, atau memberikan informasi kepada masyarakat jika memang supply gas dari Pertamina itu sendiri yang kurang atau terbatas. (sir)