BELUM selesai kasus perampasan kendaraan milik konsumen di jalan, PT Andalan Finance Cabang Bogor kembali tersangkut masalah. Berbagai skandal yang melilit perusahaan pembiayaan tersebut terkuak, antara lain penggelapan dana nasabah berinisial E. Umseki Mukti yang beberapa bulan tidak disetorkan ke kantor hingga menyebabkan kendaraan konsumen ditarik.
Parahnya, pihak Andalan lepas tangan ketika konsumen yang diberi waktu seminggu untuk pelunasan tidak bisa menebus. Dalam hal ini, tentu saja pihak konsumen merasa dirugikan dan akan melaporkan kasus ini ke pihak Kepolisian. Kepada polisi Umseki mengajukan dua tuntutan kepada pihak Andalan. Pertama penggelapan dana setoran nasabah dan kedua perampasan kendaraan di jalan dengan cara kekerasan.
Korban sendiri yang menguasakan kasus ini kepada Tim Posbakum Lembaga Tatar Sunda sempat mendatangi Kantor Cabang PT Andalan Finance Kabupaten Bogor, Selasa (16/01/2018) lalu. Saat itu, kantor, Tim Posbakum beserta EU selaku korban diterima salah seorang staf kantor bernama Ibeng. Staf tersebut melayani tim dan korban dengan baik. Bahkan meminta bukti transfer titipan angsuran yang pernah disetorkan ke staf Koleksion Andalan bernama Tubagus Budhi R.
Saat itu, sebagai nasabah memang Umseki belum bisa menunjukkan bukti transfer, karena masih menunggu hasil print out dari BRI yang systemnya saat itu sedang bermasalah alias error di setiap Cabang Bogor. Parahnya lagi, selama 2 kali uang titipan sebesar Rp. 3.000.000,- dan 1.000.000,- nasabah tidak pernah menerima struk sebagai bukti tanda terima, lantaran merasa sudah dekat dan saling percaya.
Masalah pun mencuat ketika nasabah menunggak selama enam bulan. Tercatat, setelah bulan Juni 2017 nasabah tidak melakukan pembayaran sama sekali. Namun ada yang aneh pada hasil print out. Seharusnya, nasabah hanya menunggak selama dua bulan atau sekitar Rp. 6.500.000,-, karena pada 7 Juni 2017 ada transfer pembayaran sebesar Rp. 3.200.000,-.
Selanjut pada 9 Juli 2017 nasabah kembali mentransfer sebesar Rp. 1.500.000,- dan pada 23 Agustus 2017 transfer sebesar 3.000.000,-. Sementara pembayaran cash atau ‘titip langsung’ terjadi pada September sebesar Rp. 3000.000,- dan Oktober Rp. 1.000.000,- yang pembayarannya dilakukan di cucian mobil. Saat itu korban selaku nasabah menghubungi dan menyerahkannya langsung kepada Tubagus Budhi R. Adapun rinciannya, 7 Juni 2017 sebesar Rp 3.200.000,-, 9 juli 2017 sebesar Rp. 1.500.000,-, 28 Agustus 2017 sebesar Rp. 3.000.000,-, September 2017 Rp. 3.000.000 Cash, Oktober 2017 Rp. 1.000.000 Cash di cucian mobil Tanah Sereal, November tidak ada pembayaran dan 8 Desember 2017 ditarik.
Sementara saat dimintai keterangan, E. Umseki Mukti mengakui bahwa dirinya baru telat dua bulan. Namun tiba-tiba, saat kendaraannya digunakan saudaranya ke Kebumen dicegat oleh debt collector dan ditarik paksa. Kemudian kendaraan dibawa ke PT. Andalan Finance Indonesia di Kebumen. Setelah kendaraan itu, konsumen dikirimi surat pada 28 Desember 2017 sampai surat harus pelunasan full dengan tenggnag waktu sampai 4 Januari 2018.
“Artinya saat itu tidak diberi peluang pelunasan lebih kurang seminggu sebesar Rp. 91.134.000,-. Sedangkan cicilan hanya tinggal beberapa belas kali lagi harus segera melunasi, Jika dalam waktu tempo seminggu tidak dilunasi maka pihak Andalan mengancam akan menjual dengan pihak untuk melunasi hutang. Jika hasil penjualan kurang, kami harus tetap melunasinya,” ungkapnya.
Pelapor sendiri dalam akad kredit dengan PT. Andalan Finance Indonesia melakukan perjanjian pembayaran kredit mobil Avanza G MT tahun 2009. Dalam pembelian ia sudah membayar down payment (DP) dan sisanya diangsur selama 48 kali dengan nilai Rp. 2.985.000,-/bulan. Ia sendiri sudah melakukan angsuran lebih kurang sebanyak 34 kali.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Lembaga Tatar Sunda melalui Ketua Posbakum Tatar Sunda, Muhammad Sihabudin Al Faiz sangat menyayangkan kejadian pengambilan paksa ini kembali terulang. Saat ini pihakinya telah mengantongi bukti, seperti hasil print out rekening koran dari Bank BRI saat konsumen melakukan transfer ke rekening petugas PT Andalan Finance.
“Pengambilan paksa ini jelas melanggar hukum. Sesuai pasal 15 ayat 3, eksekusi seperti ini hanya boleh dilakukan oleh lembaga eksekusi. Jadi lembaga perkreditan apalagi debt collector dilarang mengambil paksa. Sedangkan untuk karyawan leasing PT. Andalan bernama Tubagus Budhi dikenakan pasal 372 dan 374 KUHP tentang Penggelapan Uang Titipan yang tidak disetorkan ke perusahaan,” jelas Al Faiz.
Di Indonesia, lanjutnya, lembaga tersebut belum ada. Maka menurut pasal 95 ayat 1 HIR dan sesuai Undang Kekuasaan Kehakiman 48 tahun 2009 pasal 54 ayat 2, penyitaan perdata harus melalui juru sita pengadilan, sehingga lembaga lain yang melakukan penyitaan, harus seizin pengadilan atau dilakukan oleh juru sita. “Polisi saja tidak boleh asal sita, harus izin pengadilan. Ini lembaga bukan pengadilan, berani menyita seenaknya sendiri. Begitu hebatnya debt collector, polisi saja tidak berani,” tegasnya.
Bahkan menurutnya, pencegatan kendaraan di jalan saja hanya boleh dilakukan oleh polisi lalu lintas. Jika dilakukan oleh debt collector, dipastikan melanggar hukum. “Mereka tidak boleh semena-mena kepada konsumen, harus sesuai peraturan,” tandasnya. ED/DPG