Jakarta, Nusantara-news86.com – Komite I DPD RI bersama Jaksa Agung mendorong penegakan hukum dengan Restorative Justice dan mendorong lahirnya undang-undang yang mengatur tentang penegakan hukum melalui penerapan Restorative Justice (RJ) baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pembahasan tersebut dilakukan Komite I DPD RI dalam rapat kerja bersama dengan Kejaksaan RI, kegiatan bertempat di Gedung DPD RI, Senin (04/04/2022).
Komite I DPD RI melihat dalam konteks penegakan hukum daerah, khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan desa, penerapan Restorative Justice (RJ) menjadi sangat krusial apabila terjadi masalah hukum dalam kebijakan-kebijakan yang diambil pejabat pemerintahan.
“Komite I DPD RI saat ini mendorong adanya aturan yang lebih tinggi yang mampu mengatur dan menjadi acuan dalam menyelesaikan kasus perkara Restorative Justice (RJ) di daerah,” ucap Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, didampingi Wakil Ketua Komite I Fernando Sinaga dan Ahmad Bastian.
Untuk kasus-kasus kesalahan administratif pejabat baik yang mengandung unsur penyalahgunaan wewenang maupun tidak, penyelesaiannya dilakukan diluar pengadilan melalui proses pengembalian kerugian negara. Hal ini sejalan dengan semangat Restorative Justice yang tidak harus selalu berakhir dengan memidanakan pejabat.
Dalam konteks administrasi pemerintahan dewasa ini, pejabat-pejabat pemerintahan seperti kepala daerah dan kepala desa perlu memang diberikan kebebasan berkreasi untuk mengambil kebijakan dalam rangka membangun daerahnya ataupun desanya, tanpa dihantui oleh rasa ketakutan dijerat dengan pidana korupsi.
“Keberhasilan tugas kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, tapi juga upaya kejaksaan dalam menyelesaikan perkara di luar pengadilan sebagai bagian dari implementasi keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan,” kata Senator asal Aceh tersebut membuka rapat.
Pada forum rapat kerja tersebut, Wakil Jaksa Agung RI Sunarta mengungkapkan, pada tahun 2021 menjadi momentum bersejarah dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya di Kejaksaan RI. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, perubahan UU tersebut bentuk penguatan kejaksaan dan lebih penting kepedulian komitmen penguatan penegakan hukum dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
“Dengan terbitnya perubahan UU tersebut, memberi semangat baru bagi kami dalam komitmen penegakan hukum di Indonesia. Berkaitan dengan penegakan Restorative Justive yang dilakukan oleh kejaksaan mendapat respon positif dari masyarakat,” ucap Sunarta.
Wakil Jaksa Agung menambahkan, strategi yang dilakukan kejaksaaan yaitu dengan menerbitkan aturan pelaksanaan Restorative Justice dalam SE Nomor 01/E/Ejp/02/2022 dan melakukan sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dalam membentuk kampung Restorative Justice.
“Kami memandang perlu aturan yang lebih tinggi setingkat UU sehingga dalam penyelesaian perkara Restorative Justice akan mengacu pada UU tersebut, sehingga kami sepakat UU yang terkait pelaksanaan Restorative Justice sangat diperlukan,” tambah Sunarta.
Pada kesempatan yang sama, Senator DKI Jimly Asshiddiqie juga sependapat bahwa penegakan Restorative Justice tersebut bertujuan menegakkan keadilan kepastian hukum dan kemanfaatan, hal itu sudah menjadi prinsip dasar dan diakui, sehingga tidak semua perkara harus diselesaikan di pengadilan.
“Kejaksaaan RI sebagai domain pemilik perkara harus diperkuat. DPD RI bisa menegaskan dukungan mengenai hal itu, dengan mendorong lahirnya UU terkait penegakan Restorative Justice ini,” tambahnya.
Menutup rapat tersebut, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mendukung Kejaksaan RI dalam upaya percepatan penerapan Restorative Justice dalam sistem peradilan pidana Indonesia dan langkah sosialisasi dan pendekatan Restorative Justice dalam kegiatan sosialisasi.
“Komite I DPD RI mendorong pembentukan Rancangan UU tentang Restorative Justice sebagai upaya unifikasi hukum dalam mekanisme penegakan Restorative Justice,” tutup Fachrul Razi.